KODE ETIK PROFESI KONSELOR INDONESIA
KODE ETIK PROFESI KONSELOR INDONESIA
(ASOSIASI BIMBINGAN KONSELING
INDONESIA)
PENDAHULUAN
Asosiasi Bimbingan dan Konseling
Indonesia (ABKIN) adalah suatu organisasi profesi yang beranggotakan guru
bimbingan dan konseling atau konselor dengan kualifikasi pendidikan akademik
strata satu (S-1) dari Program Studi Bimbingan dan Konseling dan Program
Pendidikan Konselor (PPK). Kualifikasi yang dimiliki konselor adalah kemampuan
dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling dalam ranah layanan
pengembangan pribadi, sosial, belajar dan karir bagi seluruh konseli.
Konselor profesional memberikan layanan
berupa pendampingan (advokasi) pengkoordinasian, mengkolaborasi dan memberikan
layanan konsultasi yang dapat menciptakan peluang yang setara dalam meraih
kesempatan dan kesuksesan bagi konseli berdasarkan prinsip-prinsip pokok
profesionalitas:
1
Setiap individu memiliki hak untuk
dihargai, diperlakukan dengan hormat dan mendapatkan kesempatan untuk
memperoleh layanan bimbingan dan konseling. Konselor memberikan pendampingan
bagi individu dari berbagai latar belakang kehidupan yang beragam dalam budaya;
etnis, agama dan keyakinan; usia; status sosial dan ekonomi; individu dengan
kebutuhan khusus; individu yang mengalami kendala bahasa; dan identitas gender.
2
Setiap individu berhak memperoleh
informasi yang mendukung kebutuhannya untuk mengembangkan dirinya.
3
Setiap individu mempunyai hak untuk
memahami arti penting dari pilihan hidup dan bagaimana pilihan tersebut akan
mempengaruhi masa depannya.
4
Setiap individu memiliki hak untuk
dijaga kerahasiaan pribadinya sesuai dengan aturan hukum, kebijakan, dan
standar etika layanan.
Kode etik Profesi Konselor Indonesia
memiliki lima tujuan, yaitu:
1. Melindungi
konselor yang menjadi anggota asosiasi dan konseli sebagai penerima layanan.
2. Mendukung misi
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia.
3. Kode etik
merupakan prinsip-prinsip yang memberikan panduan perilaku yang etis bagi
konselor dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling.
4. Kode etik
membantu konselor dalam membangun kegiatan layanan yang profesional.
5. Kode etik
menjadi landasan dalam menghadapi dan menyelesaikan keluhan serta permasalahan
yang datang dari anggota asosiasi.
A. Pengertian
Etika adalah suatu sistem prinsip moral, etika
suatu budaya. Aturan tentang tindakan yang dianut berkenaan dengan
perilaku suatu kelas manusia, kelompok, atau budaya tertentu.
Etika Profesi Bimbingan dan Konseling adalah kaidah-kaidah
perilaku yang menjadi rujukan bagi konselor dalam melaksanakan tugas atau
tanggung jawabnya memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada
konseli.
Kaidah-kaidah perilaku yang dimaksud adalah:
1.
Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan
sebagai manusia; dan mendapatkan layanan konseling tanpa melihat suku bangsa,
agama, atau budaya.
2.
Setiap orang/individu memiliki hak untuk mengembangkan
dan mengarahkan diri.
3.
Setiap orang memiliki hak untuk memilih dan bertanggung
jawab terhadap keputusan yang diambilnya.
4.
Setiap konselor membantu perkembangan setiap konseli,
melalui layanan bimbingan dan konseling secara profesional.
5.
Hubungan konselor-konseli sebagai hubungan yang membantu
yang didasarkan kepada kode etik (etika profesi).
Kode Etik adalah seperangkat standar, peraturan, pedoman, dan nilai yang
mengatur mengarahkan perbuatan atau tindakan dalam suatu perusahaan, profesi,
atau organisasi bagi para pekerja atau anggotanya, dan interaksi antara para
pekerja atau anggota dengan masyarakat.
Kode Etik Bimbingan dan Konseling
Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang
dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota profesi Bimbingan
dan Konseling Indonesia. Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia wsajib dipatuhi
dan diamalkan oleh pengurus dan anggota organisasi tingkat nasional , propinsi,
dan kebupaten/kota (Anggaran Rumah Tangga ABKIN, Bab II, Pasal 2).
B. Dasar Kode Etik Profesi Bimbingan
dan Konseling
1. Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
2. Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
3. Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(pasal 28 ayat 1, 2 dan 3 tentang standar pendidik dan tenaga kependidikan)
4. Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2008 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.
5. Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
BAB I
KUALIFIKASI, KOMPETENSI DAN KEGIATAN PROFESIONAL KONSELOR
A. Kualifikasi
1. Sarjana pendidikan (S-1) dalam bidang
Bimbingan dan Konseling.
2. Berpendidikan profesi konselor (PPK).
B. Kompetensi
Sosok utuh
kompetensi konselor terdiri atas dua komponen yang berbeda namun terintegrasi dalam praksis
sehingga tidak bisa dipisahkan yaitu kompetensi akademik dan kompetensi
profesional.
1.
Memahami Secara
Mendalam Konseli Yang Hendak Dilayani
a).
Menghargai dan
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, kebebasan memilih,
dan mengedepankan kemaslahatan konseli dalam konteks kemaslahatan umum
b).
Mengaplikasikan
perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilaku konseli
2.
Menguasai
Landasan Teoretik Bimbingan Dan Konseling
a).
Menguasai
teori dan praksis pendidikan
b).
Menguasai
esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenis, dan jenjang,
satuan pendidikan
c).
Menguasai
konsep dan praksis penelitian dalam bimbingan dan konseling
d).
Menguasai
kerangka teoretik dan praksis bimbingan dan konseling
3.
Menyelenggarakan Bimbingan Dan Konseling Yang Memandirikan
a)
Merancang
program Bimbingan dan Konseling
b)
Mengimplementasikan
program Bimbingan dan Konseling yang komprehensif
c)
Menilai proses
dan hasil kegiatan Bimbingan dan Konseling.
d)
Menguasai
konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah
konseli
4. Mengembangkan Pribadi Dan Profesionalitas Secara
Berkelanjutan
a).
Beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b).
Menunjukkan
integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat
c).
Memiliki
kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional
d).
Mengimplementasikan
kolaborasi intern di tempat
bekerja
e).
Berperan dalam
organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling
f).
Mengimplementasikan
kolaborasi antarprofesi
C. KEGIATAN PROFESIONAL KONSELOR
1. INFORMASI, TESTING DAN
RISET
a).
Penyimpanan dan penggunaan Informasi
(3 mahasiswa)
1)
Catatan tentang diri konseli spt; wawancara, testing, surat-menyurat, rekaman
dan data lain merupakan informasi yg bersifat rahasia dan hanya boleh
dipergunakan untuk kepentingan konseli.
2) Penggunaan
data/informasi dimungkinkan untuk keperluan riset atau pendidikan calon
konselor sepanjang identitas konselidirahasiakan.
3) Penyampaian
informasi ttg konselikepada keluarganya atau anggota profesi lain membutuhkan
persetujuan konseli
4) Penggunaan
informasi ttg Konselidalam rangka konsultasi dgn anggota profesi yang sama atau
yang lain dpt dibenarkan asalkan kepentingan konselidan tidak merugikan
konseli.
5) Keterangan
mengenai informasi profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang
berwenang menafsirkan dan menggunakannya.
b).
Testing (3 mahasiswa)
Suatu jenis tes
hanya diberikan oleh konselor yang berwenang menggunakan dan menafsirkan
hasilnya.
1) Testing dilakukan bila
diperlukan data yang lebih luas tentang sifat, atau ciri kepribadian subyek
untuk kepentingan pelayanan
2) Konselor
wajib memberikan orientasi yg tepat pada konselidan orang tua mengenai alasan
digunakannya tes, arti dan kegunaannya.
3) Penggunaan
satu jenis tes wajib mengikuti pedoman atau petunjuk yg berlaku bagi tes
tersebut
4) Data hasil testing wajib diintegrasikan dengan informasi
lain baik dari konselimaupun sumber lain
5) Hasil testing hanya dapat diberitahukan pada pihak lain
sejauh ada hubungannya dgn usaha bantuan kepada konseli
c).
Riset (2 mahasiswa)
1) Dalam
mempergunakan riset thdp manusia, wajib dihindari hal yang merugikan subyek
2) Dalam
melaporkan hasil riset, identitas konselisebagai subyek wajib dijaga
kerahasiannya.
2. PROSES PELAYANAN
a). Hubungan dalam Pemberian Pelayanan (2
mahasiswa)
1)
Konselor wajib menangani konseli selama ada kesempatan dlm hubungan antara
konseli dgn konselor
2)
Konselisepenuhnya berhak mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun proses
konseling belum mencapai hasil konkrit
3)
Sebaliknya Konselor tidak akan melanjutkan hubungan bila konselitidak
memperoleh manfaat dari hubungan tersebut.
b). Hubungan
dengan Konseli (5 mahasiswa)
1) Konselor wajib menghormati harkat,
martabat, integritas dan keyakinan konseli.
2) Konselor wajib menempatkan
kepentingan konselinya diatas kepentingan pribadinya.
3) Konselor tidak diperkenankan
melakukan diskriminasi atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama, atau status
sosial tertentu.
4) Konselor tidak diperkenankan
memaksa seseorang untuk memberi bantuan pada seseorang tanpa izin dari orang
yang bersangkutan.
5) Konselor wajib memberi pelayanan
kepada siapapun terlebih dalam keadaan darurat atau banyak orang
menghendakinya.
6) Konselor wajib memberikan pelayanan hingga
tuntas sepanjang dikehendaki konseli.
7) Konselor wajib menjelaskan kepada konseli
sifat hubungan yang sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab masing-masing
dalam hubungan profesional.
8) Konselor wajib mengutamakan perhatian
terhadap konseli.
BAB II
HUBUNGAN
KONSELING
A.
KESEJAHTERAAN BAGI ORANG YANG DILAYANI KONSELOR
Konselor mendorong pertumbuhan dan
perkembangan konseli dengan cara membantu kesejahteraan konseli dan memajukan
pembentukan hubungan yang sehat. Konselor harus secara aktif untuk memahami
perbedaan latar belakang budaya yang dimiliki konseli yang sedang dilayani.
Konselor harus mengeksplorasi identitas budaya dan dampaknya terhadap nilai dan
kepercayaan dalam proses konseling.
Konselor mendorong konseli untuk
dapat berkontribusi pada masyarakat dengan mendedikasikan kemampuan yang
dimilikinya.
1.
TANGGUNG JAWAB KONSELOR
Tanggung jawab konselor adalah menghargai dan meningkatkan
kesejahteraan konseli. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut maka konselor harus
melaksanakan tanggung jawab sebagai berikut.
a).
Tanggung jawab
Konselor terhadap Siswa (5 mahasiswa)
1) Konselor
memiliki kewajiban utama untuk memperlakukan siswa sebagai individu yang unik
dengan sikap respek.
2) Konselor secara
penuh membantu konseli dalam mengembangkan potensi atau kebutuhannya
(baik yang terkait dengan personal, sosial, pendidikan, maupun vokasional); dan
mendorong konseli untuk mencapai perkembangan yang optimal.
3) Menahan diri
dari upaya mendorong siswa
untuk menerima nilai, gaya hidup, dan keyakinan yang menjadi orientasi pribadi
konselor sendiri.
4) Bertanggung
jawab untuk memelihara hak-hak konseli.
5) Memelihara
kerahasiaan data konseli.
6) Memberikan
berbagai informasi yang dibutuhkan konseli.
b).
Tanggung Jawab Terhadap Orang Tua (3 mahasiswa)
1) Melakukan
hubungan kerjasama (kolaborsi) dengan orang tua siswa dalam memfasilitasi
perkembangan siswa secara optimal.
2) Memberikan
informasi kepada orang tua siswa tentang peranan konselor, terutama tentang
hakikat hubungan konseling yang rahasia antara konselor dan konseli.
3) Memberikan
informasi yang akurat, komprehensif, dan relevan dengan tujuan.
4) Melakukan sharing
informasi tentang konseli.
c).
Tanggung jawab
terhadap Kolega/Pihak Sekolah
(2 mahasiswa)
1) Membangun dan
memelihara hubungan kooperatif dengan kepala sekolah, guru-guru, dan staf
sekolah dalam rangka memfasilitasi pelaksanaan program layanan bimbingan dan
konseling.
2) Menerima
masukan pendapat atau kritikan dari kepala sekolah, dan guru-guru sebagai dasar
untuk mengembangkan atau memperbaiki program Bimbingan
dan Konseling.
d).
Tanggung Jawab terhadap Dirinya Sendiri (3 mahasiswa)
1) Menyadari bahwa
karakteristik pribadinya memberikan dampak terhadap kualitas layanan konseling.
2) Memiliki
pemahaman terhadap batas-batas kompetensi yang dimilikinya, dan menerima
tanggung jawab terhadap kegiatan yang dilakukannya.
3) Berusaha secara
terus menerus untuk mengembangkan kompetensi (wawasan pengetahuan, dan
keahlian) profesionalitas, dan kualitas kepribadiannya.
e).
Tanggung Jawab Terhadap Organisasi Profesi (2 mahasiswa)
1) Dalam melaksanakan
hak dan kewajibannya Konselor wajib mengaitkannya dengan tugas dan kewajibannya
terhadap konseli dan profesi sesuai kode etik untuk kepentingan dan kebahagiaan
konseli
2) Konselor tidak
dibenarkan menyalahgunakan jabatannya sebagai konselor untuk maksud mencari
keuntungan pribadi atau maksud lain yang merugikan konseli, atau menerima
komisi atau balas jasa dalam bentuk yang tidak wajar.
BAB III
KERAHAASIAAN DALAM KOMUNIKASI DAN HAL-HAL
YANG BERSIFAT PRIBADI
Konselor menyadari bahwa kepercayaan
merupakan hal yang paling utama dalam hubungan konseling. Konselor berusaha
mendapatkan kepercayaan konseli melalui hubungan konseling, menciptakan batasan
dan keleluasan yang sepatutnya, hingga menjaga kerahasiaan. Konselor
mengkomunikasikan tolok ukur kerahasiaan dengan cara yang baik dan bisa
diterima oleh konseli.
1. Menghargai hak-hak konseli (2 mahasiswa)
a. Kesadaran konselor akan
keberagaman atau hal yang bersifat multikultural.
b. Menghargai hal-hal yang bersifat
pribadi menyangkut kehidupan konseli.
c. Menghargai kerahasiaan informasi
mengenai konseli. Dalam hal ini konselor hanya berbagi informasi seizin konseli
atau berdasarkan pertimbangan etis dan hukum.
d. Menjelaskan berbagai keterbatasan
kerahasiaan ataupun situasi-situasi tertentu yang menyebabkan kerahasiaan harus
dibuka. Hal ini bisa dilakukan pada tahap pengenalan dalam proses konseling.
2. Berbagi Informasi dengan pihak lain (3 mahasiswa)
a. Pegawai Lembaga, dalam hal ini konselor
harus memastikan keamanan dan kerahasian informasi mengenai data-data konseli
yang diurus oleh pegawai lembaga, termasuk pegawai, mahasiwa, asisten dan
tenaga sukarela.
b. Team Konselor, jika penanganan konseli
melibatkan sejumlah konselor dengan peranannya masing-masing, maka konseli
terlebih dahulu diberitahukan mengenai hal tersebut dan informasi-informasi apa
saja mengenai dirinya yang akan dibagi dalam tim tersebut.
c. Pihak ketiga yang membiayai, konselor
akan membagi informasi kepada pihak ketiga mengenai konseli jika konseli
membuat perjanjian dengan pihak yang memiliki otoritas.
d. Memindahkan informasi rahasia, konselor
memperhatikan dan memastikan keamanan pemindahan data-data rahasia dengan
komputer melalui surat elektronik, mesin fax, telepon, dan perlengkapan
teknologi komputer lainnya.
3. Rekaman Data Konseling (6 mahasiswa)
a. Kerahasiaan
rekaman, terkait dengan proses dan tempat penyimpanan hingga orang-orang yang
memiliki wewenang untuk rekaman tersebut.
b. Izin untuk
merekam, konselor meminta izin kepada konseli untuk merekam proses konseling
dalam bentuk elektronik maupun bentuk lain.
c. Izin untuk
observasi, konselor meminta izin dari konseli dalam rangka observasi sesi
konseling dalam lingkungan pelatihan, seperti meninjau hasil transkrip bersama
peninjau dan fakultas.
d. Rekaman bagi Konseli,
konselor hanya memberikan salinan rekaman kepada konseli yang memang
memerlukan. Konselor membatasi pemberian salinan rekaman atau sebagian salinan
kepada konseli hanya jika isi rekaman tersebut akan mengganggu atau menyakiti
perasaan konseli. Dalam situasi konseling yang melibatkan banyak konseli, maka
konselor hanya memberikan salinan rekaman data yang menyangkut konseli yang
memintanya dan tidak menyertakan salinan data yang menyangkut konseli lain.
e. Bantuan dengan
rekaman data, konselor memberikan bantuan kepada konseli dengan cara memberikan
konsultasi dalam memaknai rekaman data.
f. Membuka
atau memindahkan rekaman, konselor meminta persetujuan tertulis dari
konseli untuk membuka atau memindahkan rekaman data kepada pihak ketiga yang memiliki
wewenang.
g. Penyimpanan dan
pemutihan rekaman setelah konseling berakhir, jika konselor mengatur
penyimpanan rekaman-rekaman data konseling dengan mengikuti tahapan pengakhiran
agar memudahkan proses membuka data tersebut di masa yang akan datang ataupun
jika rekaman tersebut akan dimusnahkan. Konselor memelihara data rekaman
konseli dengan tetap menjaga kerahasiaannya.
4. Penelitian dan pelatihan (2 mahasiswa)
a. Persetujuan
institusi atau lembaga, jika konselor akan menggunakan informasi-informasi
mengenai konseli sebagai bagian dari perencanaan penelitian, maka konselor
harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari institusi atau lembaga
tempat konselor bekerja.
b. Informasi
rahasia yang diperlukan dalam penelitian, konselor menjaga kerahasiaan setiap
rekaman data konseli dengan sebaik-baiknya jika penelitian yang akan dilakukan
melibatkan banyak pihak.
5. Konsultasi (2 mahasiswa)
a. Perjanjian, jika
konselor memberikan konsultasi terkait dengan permasalahan konseli dengan pihak
lain, konselor membuat perjanjian dengan setiap individu-individu yang
terlibat, dengan memberitahukan bahwa konselini memiliki hak untuk dijaga
kerahasiaannya kepada setiap individu dan menjelaskan akibat-akibat yang
mungkin terjadi jika kerahasian tersebut dibocorkan ke pihak lain..
b. Menghargai
hal-hal yang bersifat pribadi, konselor memberikan konsultasi ataupun
mendiskusikan permasalahan konseli dengan tujuan professional hanya kepada
pihak-pihak yang terkait, dengan tetap menjaga kerahasiaan identitas konseli.
BAB IV
EVALUASI, ASESMEN DAN INTERPRETASI
Konselor menggunakan instrument asesmen sebagai salah satu
komponen dari proses konseli dengan disesuaikan pada pribadi konseli dan budaya
yang dimiliki. Konselor berusaha menciptakan kebermaknaan dari konseli atau
kelompok konseli dengan membangun dan menggunakan instrument asesmen
pendidikan, psikologi dan karir.
1. Asesmen (5 mahasiswa)
Tujuan utama dari asesmen karir,
psikologi dan pendidikan adalah untuk menyediakan pengukuran yang valid dan
reliable, dalam rangka memperoleh data yang akurat mengenai konseli dan
lingkungannya. Assesmen yang dilakukan tidak hanya terbatas pada: pengukuran
bakat, kepribadian, minat, dan intelegensi.
2.
Kesejahteraan konseli
Konselor tidak diperkenankan untuk menyalahgunakan hasil
asesmen dan interpretasinya, dan konselor harus mencegah terjadinya
penyalahgunaan. Konselor harus menghormati hak konseli untuk mengetahui hasil
dan interpretasi yang dibuat, dan melihat keputusan dan rekomendasi yang dibuat
konseli.
a.
Kompetensi dalam menggunakan dan menginterpretasi instrumen asesmen meliputi: (5 mahasiswa)
1) Pemahaman terhadap keterbatasan
kompetensi
2) Pemahaman terhadap penggunaan hasil
asesmen secara tepat
3) Pengambilan keputusan yang berbasis
hasil asesmen
b.
Pemberian ijin memberi informasi dalam asesmen dilakukan dengan: (5 mahasiswa)
1) Memberikan penjelasan kepada konseli
2) Memberikan penjelasan kepada penerima
hasil
BAB V
PELANGGARAN TERHADAP KODE ETIK
A. Pendahuluan
Konselor wajib mengkaji secara sadar
tingkah laku dan perbuatannya bahwa ia mentaati kode etik. Konselor wajib
senantiasa mengingat bahwa setiap pelanggaran terhadap kode etik akan merugikan
diri sendiri, konseli, lembaga dan pihak lain yg terkait. Pelanggaran terhadap
kode etik akan mendapatkan sangsi yang mekanismenya menjadi tanggung jawab
Dewan Pertimbangan Kode Etik ABKIN sebagaimana diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ABKIN, Bab X,
Pasal 26 ayat 1 dan 2 sebagai berikut:
(1) Pada organisasi tingkat nasional dan tingkat
propinsi dibentuk DEWAN PERTIMBANGAN KODE ETIK BIMBINGAN DAN KONSELING
INDONESIA.
(2) Dewan Pertimbangan Kode Etik Bimbingan dan
Konseling Indonesia sebagaimana yang dimaksud oleh ayat (1) mempunyai fungsi
pokok:
a. Menegakkan penghayatan dan pengalaman
Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia.
b. Memberikan pertimbangan kepada Pengurus
Besar atau Pengurus Daerah ABKlN atau adanya perbuatan melanggar Kode Etik
Bimbingan dan Konseling oleh Anggota setelah mengadakan penyelidikan yang
seksama dan bertanggungjawab.
c. Bertindak sebagai saksi di pengadilan
dalam perkara berkaitan dengan profesi bimbingan dan konseling.
B.
Bentuk Pelanggaran
1.
Terhadap Konseli (3 mahasiswa)
a.
Menyebarkan/membuka rahasia konseli kepada orang yang tidak terkait dengan
kepentingan konseli
b.
Melakukan perbuatan asusila (pelecehan seksual, penistaan agama, rasialis).
c.
Melakukan tindak kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap konseli.
d.
Kesalahan dalam melakukan pratik profesional (prosedur, teknik, evaluasi, dan
tindak lanjut).
2.
Terhadap Organisasi Profesi (3 mahasiswa)
a.
Tidak mengikuti kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi
profesi.
b.
Mencemarkan nama baik profesi (menggunakan organisasi profesi untuk kepentingan
pribadi dan atau kelompok).
3.
Terhadap Rekan Sejawat dan Profesi Lain Yang Terkait (3 mahasiswa)
a.
Melakukan tindakan yang menimbulkan konflik (penghinaan, menolak untuk bekerja
sama, sikap arogan)
b.
Melakukan referal kepada pihak yang tidak memiliki keahlian sesuai dengan
masalah konseli.
C.
Sangsi Pelanggaran
Konselor wajib mematuhi kode etik profesi Bimbingan dan
Konseling. Apabila terjadi pelanggaran terhadap kode etik Profesi Bimbingan dan
Konseling maka kepadanya diberikan sangsi sebagai berikut.
(3 mahasiswa)
1. Memberikan teguran secara lisan dan
tertulis
2. Memberikan peringatan keras secara
tertulis
3. Pencabutan keanggotan ABKIN
4. Pencabutan lisensi
5. Apabila terkait dengan permasalahan hukum/
kriminal maka akan diserahkan pada pihak yang berwenang.
D. Mekanisme Penerapan Sangsi
Apabila terjadi
pelanggaran seperti tercantum diatas maka mekanisme penerapan sangsi yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
(3 mahasiswa)
1. Mendapatkan pengaduan dan informasi
dari konseli dan atau masyarakat
2. Pengaduan disampaikan kepada dewan
kode etik di tingkat daerah
3. Apabila pelanggaran yang dilakukan
masih relatif ringan maka penyelesaiannya dilakukan oleh dewan kode etik
di tingkat daerah.
4. Pemanggilan konselor yang
bersangkutan untuk verifikasi data yang disampaikan oleh konseli dan atau
masyarakat.
5. Apabila berdasarkan hasil verifikasi
yang dilakukan oleh dewan kode etik daerah terbukti kebenarannya maka diterapkan
sangsi sesuai dengan masalahnya.