Waktu

Total Tayangan Halaman

Tampilkan postingan dengan label ARTIKEL. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ARTIKEL. Tampilkan semua postingan

Jumat, 17 Juni 2016

ARTIKEL "Sejarah Bimbingan dan Konseling"



            Bimbingan dan konseling sebenarnya telah ada dalam masyarakat sejak dahulu. Sejak manusia ada, konsep membantu sudah ada. Sebagai contoh, di jaman purba di mana kehidupan manusia masih sederhana, bila seseorang dalam perburuan sedang terluka oleh terkaman hewan buruanya, maka secara instink ataupun reflek ia akan meminta bantuan dan temanya atau orang lain terdorong untuk segera memberikan bantuan atau pertolongan. Dari keadaan ini dapat dikatakan bahwa bantuan adalah upayayang muncul dari hakekat manusia, sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial.
            Bimbingan dan konseling merupakan cabang ilmu pengetahuan yang tergolong masih muda dibandingkan dengan ilmu pengetahuan lainya. Yang dimana bimbingan dan konseling berasal dari Amerika Serikat. Berikut ini akan di jelaskan secara singkat sejarah dan latar belakang Bimbingan dan Konseling.

1.    Sejarah Bimbingan dan Konseling di Amerika
Bimbingan dan Konseling pertama kali lahir di Amerika pada awal abad XX dengan tokoh-tokoh antara lain : Frank Parson,Jesse B.Davis,El Wever, John Brever dan masih banyak lagi. Pada tahun 1908 Frank Persons membuka klinik di Boston dengan nama Boston Vocational Bureau yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan informasi dan pelatihan bagi pemuda yang ingin mencari kerja. Lembaga ini juga melatih guru di sekolah untuk dapat menyeleksi dan memberi nasihat kepada siswa dalam pemilihan sekolah yang lebih tepat untuk karirnya nanti.
Tahun 1909 Frank Persons menerbitkan buku “chosing a vocation” yang kemudian melalui buku ini berhasil mengidentifikasi dan mengenalkan profesi baru untuk membantu orang lain sehingga dia dikenal sebagai “Father of The Guidance Movement in American Education”.
 Pada tahun 1913 muncul sebuah gerakan bimbingan bagi anak-anak muda yang belum berpengalaman bekerja yang diwadahi oleh National Vocational Guidance Association yang kemudian istilah guidance “bimbingan” menjadi label yang popular dalam gerakan konseling di sekolah-sekolah hampir kurang lebih 50 tahun. Banyak tokoh-tokoh yang mempelopori gerakan bimbingan dan konseling sehingga sangat berpengaruh terhadap sejarah bimbingan dan konseling seperti Jessi B Davis, Anna Y. Reed, Eli W. Weaver dan David S. Hill.
Kemudian dalam kurun waktu seperempat abad XX, dua perkembangan signifikan dalam psikologi mempengaruhi perkembangan gerakan bimbingan dan konseling di sekolah, yaitu : Pengenalan dan pengembangan tes psikologis standar yang diberikan secara kelompok dan gerakan kesehatan mental. Perubahan ini dimulai sejak tahun 1905 ketika Psikolog perancis Alfred Binet dan Theodore Simon memperkenalkan tes kecerdasan untuk pertama kali. Kemudian tahun 1916 versi terjemahan dan revisi diperkenalkan di AS oleh Lewis M. Terman dan kolega-kolega di Universitas Stanford dan tes kecerdasan ini populer sekolah-sekolah. Pada Tahun 1920-an di kalangan pendidik professional, terjadi sebuah gerakan progersif yang membuka terobosan baru bagi sebuah era pendidikan. Banyak konselor pada masa ini yang mengakui dalam perspektif pendidikan progresif, siswa dan guru semestinya membuat rencana bersama-sama, bahwa lingkungan social anak semestinya diperbaiki, bahwa kebutuhan dan keinginan perkembangan siswa semestinya diperhatikan dan bahwa lingkungan psikologis ruang kelas mestinya positif dan menguatkan. Sejak tahun 1920-an ini pula program bimbingan yang terorganisasi mulai muncul dengan frekuensi tinggi di jenjang SMP, lebih intensif lagi di SMA dengan pengangkatan guru BK. Bimbingan dan konseling di Jejang SD juga mulai tampak akhir 1920-an dan awal 1930-an dipicu oleh tulisan-tulisan dan usaha keras William Burnham yang menekankan guru untuk memajukan kesehatan mental anak yang memang diabaikan pada era itu.   Dengan keberhasilan gerakan pata tahun 1920an ini Banyak pihak mulai mengakui manfaat gerakan bimbingan, maka pendukung gerakan mulai memikirkan program bimbingan siswa dapat disediakan di setiap jenjang dari SD sampai SMA.
Akhir PD II, gerakan bimbingan mulai menampaki vitalitas dan arah yang baru. Tokoh dari gerakan ini adalah Carl Rogers yang memberi pengaruh yang besar sebagai gerakan konseling di sekolah dan masyarakat. Rogers mengusulkan sebuah teori konseling baru di dua buku terpentingya: Counseling and Psychoterapy (1942) menawarkan konseling non direktif sebagai alternative untuk metode tradisional yang lebih direktif sifatnya. Ia menekankan tanggung jawab klien untuk memahami problemnya sendiri dan memicu mereka mengembangkan diri; Teori ini dilabeli “non direktif” (tidak mengarahkan) karena bertolak belakang dengan pendekatan tradisional yang berpusat pada intervensi konselor saat menangani problem siswa. Buku yang kedua “Client-centered Therapy “ mengusulkan perubahan semantic dari konseling non direktif menjadi ‘berpusatklien’, namun yang lebih penting lagi , meletakkan titik berat pada kemungkinan pertumbuhan dalam diri klien. Pengaruh dari Rogers ini menghasilkan sebuah pentitikberatan pada konseling sebagai aktivitas primer dan mendasar para konselor sekolah.
Perkembangan bimbingan dan konseling di Amerika sangat pesat dengan adanya perkembangan asosiasi konselor amerika mulai tahun 1950 . Hal ini ditandai dengan berdirinya APGA (American Personnel and Guidance Association) pada tahun 1952. Selanjutnya, pada bulan Juli1983 APGA mengubah namanya nenjadi AACD (American Association for Counselling and Development). Kemudian tahun 1992 berubah menjadi the American Counseling Association (ACA).
Melihat prososes perkembangan bimbingan, bahwa yang mula-mula timbul adalah bimbingan jabatan atau (vocattional guidance), kemudian disusul bimbingan pendidikan (educational guidance), yang selanjutnya berkembang di dalam masyarakat yang di sebut dengan istilah bimbingan sosial (social guidance). Karena dalam praktek bimbingan banyak menghadapi individu-individu yang mempunyai masalah yang bermacam-macam, dengan sendirinya juga memerlukan bantuan yang bermacam-macam pula, sesuai dengan masalah dan individu yang dihadapi, sehingga lahirlah bimbingan pribadi (personal guidance).
Akhir-akhir ini terdapat trend di Amerika Serikat, dan di negara-negara lain, tentang adanya bimbingan karir (career guidance). Pengertian karir cakupannya amat luas, dan bersifat life long. Artinya, tidak hanya berkenaan dengan posisi seseorang dalam kedudukan atau pekerjaan tertentu pada saat tertentu, melainkan meliputi persiapanya dan sesudahnya. Persiapan tersebut di lakukan di sekolah, terbentukk pada masa pendidikan. Oleh karena itu pengertian karir merefleksikan kemampuan manusia untuk menghadapi dan menguasai tuntutan hari depan.

2.    Sejarah Bimbingan dan Konseling di Indonesia
Sejarah lahirnya bimbingan dan konseling di Indonesia diawali sejak masukkannya bimbingan dan konseling (dulunya bimbingan dan penyuluhan) pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu hasil konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20-24 Agustus 1960. Perkembangan berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP Malang mendirikan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan.
Bimbingan dan konseling secara formal dibicarakan oleh para ahli baru pada tahun 1960. Tetapi di Yogyakarta pada tahun 1958, Drs.Tohari musnamar, dosen ikip Yogyakarta telah mempelopori pelaksanaan BK di sekolah untuk pertama kali di SMA Teladan Yogyakarta. Sedang pada tahun 1960 di adakan konferensi FKIP seluruh Indonesia di Malang, memutuskan bahwa bimbingan dan konseling dimasukan dalam FKIP. Dan pada tahun 1961 mulai diadakan layanan bimbingan dan konseling diseluruh SMA Teladan di Indonesia, sejak itu lah BK di Indonesia dimulai.
Tahun 1971 berdiri Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP Menado. Melalui proyek ini bimbingan dan konseling dikembangkan, juga berhasil disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan bimbingan dan penyuluhan” pada PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas di dalamnya memuat pedoman bimbingan dan konseling. Tahun 1978 diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA bimbingan dan konseling di IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan Guru bimbingan dan konseling di sekolah yang sampai saat itu belum ada jatah pengangkatan guru BP dari tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan Konseling. Pengangkatan Guru Bimbingan dan Konseling di sekolah mulai diadakan sejak adanya PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Konseling. Keberadaan Bimbingan dan Konseling secara legal formal diakui pada tahun 1989 dengan lahirnya SK Menpan No 026/Menpan/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Perkembangan sejarah bimbingan dan konseling di Indonesia lebih banyak dilakukan dalam kegiatan formal di sekolah. Pada awal tahun 1960 di beberapa sekolah dilakukan program bimbingan akademis dan konseling yang terbatas. Pada tahun 1964, lahir Kurikulum SMA Gaya Baru, dengan program bimbingan dan konseling yang saat itu disebut “Bimbingan dan Penyuluhan” pada waktu itu dipandang sebagai unsur pembaharuan dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Akan tetapi program ini tidak berjalan, karena kurang persiapan prasyarat dan kekurangan tenaga pembimbing yang profesional. Untuk mengatasinya pada dasawarsa 60-an Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan diteruskan oleh Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (1963) membuka jurusan bimbingan dan konseling yang sekarang dikenal dengan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dengan nama Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB). Secara formal bimbingan dan konseling diprogramkan di sekolah sejak diberlakukannya kurikulum 1975 yang menyatakan bahwa bimbingan dan konseling merupakan bagian integral pendidikan di sekolah. Petugas yang secara khusus melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling pada saat itu disebut Guru Bimbingan dan Penyuluhan (Guru BP).
Pada tahun 1975 berdiri Ikatan Petugas Bimbingan Indonseia (IPBI), dengan memberikan pengaruh terhadap perluasan program bimbingan di sekolah yang dilaksankan di Malang. Beberapa upaya dalam pendidikan yang dilakukan untuk menyempurnakan kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Dalam kurikulum 1984 telah dimasukan bimbingan karier di dalamnya. Usaha untuk memantapkan bimbingan terus dilakukan dengan diberlakukannya UU No.2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Pasal 1 Ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan bagi peranannya pada masa yang akan datang. Pemantapan bimbingan terus dilanjutkan dengan dikeluarkannya SK Menpan No. 80/1993 tentang jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Dalam Pasal 3 disebutkan tugas pokok guru adalah menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, evaluasi pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan, dan tindak lanjut dalam program bimbingan.
Sejak diberlakukannya kurikulum 1994, sebutan untuk Guru BP berubah menjadi Guru Pembimbing, sebutan resmi ini diperkuat dengan Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84 Tahun 1995 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, serta Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.025/0/1995 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya antara lain mengandung arahan dan ketentuan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah oleh guru kelas di SD dan guru pembimbing di SLTP dan SLTA. Walaupun kedua aturan tersebut mengandung hal-hal yang berkenaan dengan pelayanan bimbingan dan konseling, tetapi tugas itu dinyatakan sebagai tugas guru (dengan sebutan guru pembimbing) dan tidak secara eksplisit dinyatakan sebagai tugas konselor. Hal ini dapat dipahami karena sebutan konselor belum ada dalam perundangan. Penggunaan sebutan guru, sangat merancukan konteks tugas guru yang mengajar dan konteks tugas konselor sebagai penyelenggara pelayanan ahli bimbingan dan konseling. Guru pembimbing yang pada saat ini ada di lapangan pada hakikatnya melaksanakan tugas sebagai konselor, tetapi sering diperlakukan dan diberi tugas layaknya guru mata pelajaran.   Bimbingan dan konseling bukanlah kegiatan pembelajaran dalam konteks adegan belajar mengajar di kelas yang layaknya dilakukan guru sebagai pembelajaran bidang studi, melainkan pelayanan ahli dalam konteks memandirikan peserta didik. (ABKIN: 2007).
Pada tahun 2001 terjadi perubahan organisasi Ikatan Petugas Bimbingan Indonseia (IPBI) menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN). Dengan fungsi bahwa bimbingan dan konseling harus tampil sebagai profesi yang mendapat pengakuan. Kemudian pada tahun 2003 istilah guru pembimbing berganti menjadi konselor. Merujuk pada UU RI No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebutan untuk guru pembimbing dinyatakan dalam sebutan ‟Konselor.” Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan instruktur (UU RI No. 20/2003, pasal 1 ayat 6).
Namun dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP 2006), posisi dan arah layanan bimbingan dan konseling di sekolah sesungguhnya mengalami kemunduran, karena adanya pemahaman tentang konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor yang tidak menggunakan materi pelajaran sebagai konteks layanan keahliannya, dengan ekspektasi kinerja guru yang menggunakan materi pelajaran sebagai konteks layanan keahliannya. Bimbingan dan konseling dibawa ke wilayah pembelajaran yang berpayung pada standar isi, bimbingan dan konseling menjadi bagian dari standar isi yang dituangkan menjadi pengembangan diri dan menjadi salah satu komponen kurikulum.


Kamis, 26 Mei 2016

ARTIKEL " MENGENALI KESULITAN BELAJAR PESERTA DIDIK"


Hay, Pada kesempatan kali ini saya akan menuliskan artikel, yang dimana artikel ini di tujukan kepada siswa atau peserta didik yang memliki kesulitanya dalam belajar, semoga artikel yang saya tulis kali ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan perubahan dalam permasalahan siswa atau peserta didik khususya dalam permasalahan kesulitan belajar.

Kesulitan Belajar

Pada kehidupan di dunia ini, semua makhluk hidup pastilah mengalami perkembangan dan pertumbuhan. Sama halnya dengan manusia, mereka akan tumbuh dan berkembang seiring dengan waktu yang akan terus berjalan. Di dalam kehidupan manusia pun ada banyak perubahan. Contohnya saja dari yang belum tahu menjadi tahu, dari yang belum bisa menjadi bisa, dari yang kecil berubah menjadi besar, dari kesemuanya itu manusia tak luput dari yang namanya berfikir dan belajar, karena semua tahu proses berfikir dan belajar memang menjadi santapan manusia sehari-hari. Namun, bagaimana bila seorang manusia mengalami proses kesulitan belajar?

Kesulitan belajar merupakan terjemahan istilah bahasa Inggris Learning Disability. Terjemahan tersebut, sesungguhnya kurang tepat karena learning artinya belajar dan disability artinya ketidakmampuan; sehingga terjemahan yang benar seharusnya adalah ketidakmampuan belajar. Kesulitan belajar merupakan suatu konsep multidisipliner yang digunakan di lapangan ilmu pendidikan, psikologi, maupun ilmu kedokteran. Pada tahun 1963 Samuel A. Kirk untuk pertama kali menyarankan penyatuan nama-nama gangguan anak seperti disfungsi otak minimal (minimal brain dysfunction), gangguan neurologis (neurological disorders), disleksia (dyslexia) dan afasia perkembangan (developmental aphasia). Konsep tersebut telah diadopsi secara luas dan pendekatan edukatif terhadap kesulitan belajar telah berkembang secara cepat, terutama di negara-negara yang sudah maju.

Kesulitan belajar merupakan suatu konsep multidisipliner yang digunakan di lapangan ilmu pendidikan, psikologi, maupun ilmu kedokteran. Konsep ini diadopsi secara luas oleh berbagai disiplin ilmu dalam upaya memahami dan mendalami kesulitan belajar bagi perkembangan ilmu mereka.

Lalu belajar itu sendiri memiliki definisi : adalah suatu proses terjadinya perilaku. Sebagai contoh : apabila kita belum mengetahui sesuatu dan ingin mengetahui sesuatu tersebut pastilah kita akan berfikir bagaimana cara kita mengetahui sesuatu yang kita inginkan. Sedangkan definisi berfikir adalah kemampuan untuk meletakan hubungan dari bagian-bagian pengetahuan kita.
 
Kesulitan belajar merupakan hal yang lumrah dialami oleh peserta didik. Sering ditemukan adanya siswa mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran di sekolah. Menghadapi hambatan dalam mencerna dan menyerap informasi belajar yang diberikan guru. 

Kondisi ini akan berdampak kurang bagus terhadap kemajuan belajar anak. Oleh sebab itu perlu diupayakan pemecahan masalahnya. Baik oleh guru di sekolah maupun orang tua di rumah. Ini sebagai salah satu wujud kepedulian dan kerja sama dalam dunia pendidikan anak

Untuk mencegah dampak negatif yang lebih jelek, yang mungkin timbul karena kesulitan belajar yang di alami para peserta didik, maka para pendidik harus waspada terhadap gejala-gejala kesulitan belajar yang mungkin di alami oleh para peserta didiknya

1.     Karakteristik Peserta Didik Dalam Belajar
a.     Peserta didik yang cepat dalam belajar
Peserta didik yang cepat dalam belajar, pada umumnya adalah siswa yang dapat menyelesaikan proses belajar dalam waktu yang lebih cepat daripada yang diperkirakan semula. Meskipun demikian, peserta didik yang cepat dalam belajar sering juga mengalami kesulitan dalam belajar, karena pada umumnya kegiatan belajar di sekolah selalu menggunakan ukuran nominal dalam kecepatan belajar. Oleh karena itu, salah satu usaha untuk membantu mereka mengatasi kesulitan belajarnya adalah dengan cara menempatkan mereka pada kelas khusus atau dengan cara memberikan tugas-tugas tambahan kepada mereka sebagai bahan penyeimbang.
b.     Peserta didik yang lambat dalam belajar
Karakteristik sejenis memerlukan waktu yang lebih panjang dari waktu yang diperkirakan. Hal ini menyebabkan mereka sering merasa tertinggal dalam proses belajarnya. Sehingga mereka menemukan kesulitan belajar. Umumnya peserta didik yang lambat dalam belajar ini mempunyai IQ di bawah rata-rata, sehingga mereka memerlukan perhatian khusus dan waktu yang lebih lama dalam proses belajarnya.
c.      Peserta didik yang kreatif
Adalah siswa yang menunjukkan kreatifitas yang tinggi dalam kegiatan-kegiatan tertentu. Pada umumnya siswa yang kreatif ini terdiri dari peserta didik yang cepat dalam belajar dan juga mampu memecahkan masalah yang dihadapkan kepada mereka dengan berbagai variasi untuk mengembangkan kreatifitas, para peserta didik ini, sekolah diharapkan dapat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya.
d.     Peserta didik yang putus belajar
Adalah siswa yang tidak berhasil atau gagal dalam kegiatan belajarnya. Faktornya adalah kurang minat, malas, jurusan tidak sesuai dengan cita-cita, dan lain sebagainya. Selain itu faktor lain seperti lingkungan masyarakat yang tidak mendukung, keluarga, broken home, dan lain sebagainya.
2.     Gejala Kesulitan Belajar Di Sekolah
a.   Menunjukkan hasil belajar yang rendah (di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompok kelas)
b.     Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan
c.      Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar
d.  Menunjukkan tingkah laku yang berkelainan seperti membolos, datang terlambat, tidak mau mencatat pelajaran.
e.  Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar seperti pemurung, mudah tersinggung, pemarah.
3.     Latar Belakang Kesulitan Belajar
a.  Kurangnya kemampuan dasar yang dimiliki oleh peserta didik, kemampuan dasar merupakan wadah bagi kemungkinan tercapainya hasil belajar yang diharapkan. Jika kemampuan dasar rendah, maka hasil belajar yang dicapai akan rendah pula, sehingga menimbulkan kesulitan belajar.
b.    Kurangnya bakat khusus untuk suatu situasi belajar tertentu. Peserta didik yang kurang tai tidak berbakat untuk suatu kegiatan belajar tertentu akan mengalami kesulitan dalam belajar.
c.      Kurangnya motivasi atau dorongan untuk belajar.
d.  Situasi pribadi terutama emosional yang dihadapi peserta didik pada waktu tertentu dapat menimbulkan kesulitan dalam belajar.
e.      Faktor jasmaniah.
f.   Faktor lingkungan sekolah yang kurang memadai bagi situasi belajar peserta didik.
g.     Faktor keluarga.
h. Faktor lingkungan sosial yang mengganggu kegiatan belajar siswa, seperti pengaruh negatif dari pergaulan, dan lain-lain.

Berdasarkan dari berbagai faktor dan gejala yang di alami siswa atau peserta didik dalam kesulitan dalam hal belajar, maka tindakan yang harus dilakukan dalam upaya membantu dan memperbaiki siswa atau peserta didik adalah :

      1.     Tempat duduk siswa
Anak yang mengalami kesulitan pendengaran dan penglihatan hendaknya mengambil posisi tempat duduk bagian depan. Mereka akan dapat melihat tulisan di papan tulis lebih jelas. Begitu pula dalam mendengar semua informasi belajar yang diucapkan oleh guru. 

      2.     Gangguan kesehatan
Anak yang mengalami gangguan kesehatan sebaiknya diistirahatkan di rumah dengan tetap memberinya bahan pelajaran dan dibimbing oleh orang tua dan keluarga lainnya. 

      3.     Program remedial
Siswa yang gagal mencapai tujuan pembelajaran akibat gangguan internal, perlu ditolong dengan melaksanakan program remedial. Teknik program remedial dapat dilakukan dengan berbagai cara. Di antaranya adalah mengulang kembali bahan pelajaran yang belum dikuasai, memberikan tugas-tugas tertentu kepada siswa, dan lain sebagainya. 

      4.     Bantuan media dan alat peraga
Penggunaan alat peraga pelajaran dan media belajar kiranya cukup membantu siswa yang mengalami kesulitan menerima materi pelajaran. Boleh jadi kesulitan belajar itu timbul karena materi pelajaran bersifat abstrak sehingga sulit dipahami siswa. 

      5.     Suasana belajar menyenangkan
Selain itu yang tak kalah pentingnya adalah menciptakan suasana belajar kondusif. Suasana belajar yang nyaman dan menggembirakan akan membantu siswa yang mengalami hambatan dalam menerima materi pelajaran.

     6.     Motivasi orang tua di rumah
Anak yang mengalami kesulitan belajar perlu mendapat perhatian orang tua dan anggota keluarganya. Peran orang tua sangat penting untuk memberikan motivasi ekstrinsik dan intrinsik agar anak mampu memperoleh hasil belajar yang memuaskan. Selain itu juga orang tua perlu memperhatikan kesehatan tubuh anak dengan memberikan makanan dan miniman yang bergizi disertai dengan suplemen pembangun tubuh yang cukup. 
  
Saran
Pada dasarnya semua anak memiliki kemampuan, walaupun mungkin saja kemampuan yang dimiliki berbeda satu dengan yang lainnya. pada tingkat pendidikan dasar berbagai kemampuan tersebut masih memiliki relasi yang kuat, membaca, menulis, serta berhitung. Masalah yang mungkin ada pada pada salah satu kemampuan tersebut dapat menggangu kemampuan yang lain. Dengan demikian apa yang kita sering lakukan baik sebagai seorang orang tua, ataupun seorang guru dengan mengatakan seorang anak yang mendapatkan nilai yang rendah merupakan anak yang bodoh dan gagal perlu menjadi perhatian kita. Karena sebagaimana kita ketahui bahwa mungkin saja anak hanya mengalami gangguan pada salah satu kemampuan tadi, dan ia tidak tahu bagaimana mengatasi masalah tersebut. Untuk itu, yang terpenting bagi kita adalah dapat menelaah dengan baik perkembangan anak kita. Diagnosis terhadap permasalahan sesungguhnya yang dialami anak mutlak harus dilakukan. Dengan demikian kita akan mengetahui kesulitan belajar apa yang dialami anak, sehingga kita dapat menentukan alternatif pilihan bantuan bagaimana mengatasi kesulitan tersebut.

Sumber :  

UNIVERSITAS SLAMET RIYADI (UNISRI) KAMPUS ENTERPREUNEUR


Jl.Sumpah Pemuda No.18, Kadipiro, Surakarta, Jawa Tengah.

  Dan disinilah saya mencari ilmu untuk menggapai cita-cita sebagai seorang guru Bimbingan dan Konseling (BK), juga di sinilah saya dapat mengennal banyak teman-teman yang menyenangkan.

   UNISRI khususnya pada program studi bimbingan dan konseling memiliki dosen atau pengajar yang berkualitas, dan juga di sertai dengan fasilitas mengajar yang sangat menyenangkan dan nyaman. Program studi bimbingan dan konseling UNISRI memiliki fasilitas ruangan ber AC, ruang Laboratorium micro teaching, Ruang Konseling micro dan Perpustakaan.


   Adapun tempat dimana mahasiswa dapat mengembangkan baik bakat, mitat dan potensinya dalam berorganisasi, karena Universitas Slamet Riyadi Surakarta memiliki wadah agar mahasiswanya berkembang khususnya pada Program Bimbingan dan Konseling secara akademik dan non-akademik yang dinamakan HMPS-BK (Himpunan Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling) lalu ada juga organisasi di tingkat FKIP yaitu DEM (Dewan Eksekutuf Mahasiswa) dan DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa). Dan juga Universitas Slamet Riyadi Surakarta ini khususnya Program Studi Bimbingan dan Konseling memiliki akreditas B. Jadi tak heran Universitas Slamet Riyadi adalah Kampus yang bagus dan berkualitas, dan tunggu apalagi segera daftarkan diri anda ke Universitas Slamet Riyadi Surakarta (Kampus Enterpreuneur).